Bincang Karya Pasca Pentas 1
Bincang Karya Pasca Pentas 1 dilakukan di Teras FTI yang akan menghadirkan Porman Wilson Manalu untuk membincangkan karya mereka yang berjudul Tangga Mimpi




Festival Teater Indonesia (FTI) adalah wadah perayaan seni teater serta pertemuan antara praktisi, pendukung, dan penonton teater di 4 titik temu yang mewakili wilayah se-Indonesia. Proses kurasi dilakukan untuk memilih kelompok-kelompok yang akan menampilkan karya alih wahana karya sastra Indonesia ke atas panggung teater.
Titimangsa menyelenggarakan FTI bersama Penastri (Perkumpulan Nasional Teater Indonesia) dan bekerja sama dengan Direktorat Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan RI.










Arifin Baderan
Fedli Aziz
Ibed S. Yuga
Nurul Inayah
Shinta Febriany
Syamsul Fajri
Tya Setyawati
Yustiansyah Lesmana
Arifin Baderan
Kurator
Fedli Aziz
Kurator
Ibed S. Yuga
Kurator
Nurul Inayah
Kurator
Shinta Febriany
Kurator
Syamsul Fajri
Kurator
Tya Setyawati
Kurator
Yustiansyah Lesmana
Kurator
“Sirkulasi” merujuk pada bagaimana ide, wacana, dan karya seni bergerak/digerakkan: melintasi ruang, waktu, medium, dan komunitas. Serta bagaimana pergerakan ini membentuk pengalaman bersama dan pengetahuan baru. “Ilusi” ditambahkan sebagai keterangan strategi konseptual yang menciptakan lapisan makna untuk menata persepsi kritis atas keterhubungan antara panggung dan realitas sosial kontemporer.
Maemunah berkhianat pada silsilah keluarga dan menghancurkan fondasi kekerabatan dengan durhaka pada orang tua karena cinta yang menyebabkan ia terpuruk. Berbekal pesan dari sang ayah agar merawat rumah panggung dan tidak boleh dijual dalam kondisi apapun ditambah pengalaman hidupnya di kota; dengan sederet kepahitan pengkhianatan ia hendak mengabdikan seluruh masa depannya di rumah panggung Melayu. Saat Maemunah fokus menata rumah panggung, sosok dari masa lalunya; Satria hadir sebagai aktor memukau yang pernah membuat Maemunah nekat berkhianat terhadap ajaran leluhurnya. Kemunculan Satria dari salah satu layar ruang waktu itu menciptakan teror psikis di diri Maemunah. Maemunah terpaku pada empat persimpangan, dan Satria berada di jalan belakang. Di Persimpangan itu, kesetiaan Maemumah kembali diuji; lanjut menyusun tangga mimpinya atau kembali ke jalan belakang bersama Satria?
Omnibus Monolog - DAPUR Melalui aktivitas harian di dapur, berkelindan kehidupan 3 tokoh utama: Kalila, Ruth dan Ibu Andis. Omnibus monolog ketiga tokoh tadi, dilekatkan pada perjalanan seorang Kalyla, anak Ibu Andis dari kanak-kanak hingga dewasa, dengan segala pembelajaran terhadap peran, relasi kuasa, intimidasi, konflik horisontal, kekecewaan, harapan dan perlawanan yang ditempa lewat dapur dan pengasuhnya Ruth perempuan migran dari Ambon. Jalinan monolog ketiga tokoh utama tadi, menafsir dapur bukan sekadar ruang domestik perempuan, melainkan ruang sejarah, ruang politik, dan ruang ingatan kolektif, panggung sejarah yang tak tertulis, tempat cinta dan luka bangsa ini dikaliskan.
Tiga lelaki bergerak di ruang tanpa awal dan akhir. Waktu membeku di helm proyek, seng, dan drum berkarat. Mereka hidup di bawah tekanan sistem pembangunan dan bayang kekuasaan; nasibnya seperti proyek yang mereka bangun—rapuh, miring, tapi tetap berdiri. Dalam kesunyian yang absurd, mereka sadar: yang retak bukan hanya beton, tapi juga hati dan moral mereka. Orang Proyek, adaptasi dari novel Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari, menjadi refleksi tentang pembangunan yang kehilangan makna kemanusiaan. Ia menelanjangi kejahatan struktural lewat absurditas, sisa material proyek, dan tiga tubuh yang menggigil karena idealisme yang nyaris padam.
Merenung tentang siklus kehidupan yang tak terpisahkan dari alam, mengingatkan akan tanggung jawab manusia untuk hidup selaras dengan alam dan menjaga kesuburan bumi demi keberlanjutan generasi yang akan datang. Manusia bukanlah penguasa bumi, melainkan bagian dari tanah itu sendiri. Tanah bukanlah sekedar ruang kosong; ia Adalah penyimpan kehidupan dan sumber segala kelimpahan. Pohaci bukan sekedar sosok mitologis, melainkan lambang dari kehidupan yang terjalin erat antara manusia dan alam semesta. Siklus alam yang abadi, hidup, mati, dan bangkit Kembali.
Dua perempuan, dua cara melawan nasib. Luh Kenten mencintai Luh Sekar dalam diam, sementara Luh Sekar menari untuk melawan hidupnya sebagai sudra. Ia ingin mengubah takdir lewat tubuhnya—hingga tubuh itu akhirnya tak lagi miliknya sendiri. Kisah tentang cinta, kasta, dan tubuh perempuan yang dijadikan medan perjuangan. Di antara dupa dan gamelan, Tubuh yang Menari menghadirkan tarian sebagai bentuk perlawanan paling sunyi.
Program sayap dirancang sebagai perpanjangan dari semangat Sirkulasi Ilusi, yang menggerakkan teater sebagai ruang kritis untuk menjelajahi era di mana realitas kian kabur dan terkendali. Berdasarkan pembacaan terhadap isu-isu teater di tiap kota dan hasil amatan curator, program ini merespons kebutuhan aktual ekosistem teater. Seluruh rancangan program berpijak pada empat pilar kuratorial FTI: realisme pemikiran, adaptasi transformatif, interaksi reflektif, dan ruang kolaboratif baru—sebagai upaya membangun pertukaran pengetahuan dan keberlanjutan praktik teater lintas kota.
Bincang Karya Pasca Pentas 1 dilakukan di Teras FTI yang akan menghadirkan Porman Wilson Manalu untuk membincangkan karya mereka yang berjudul Tangga Mimpi
Bincang Karya Pasca Pentas 2 dilakukan di Ruang Multi Purpose RRI yang akan menghadirkan Luna Vidya/Storytelling Academy untuk membincangkan karya mereka yang berjudul Omnibus Monolog Dapur
Grup Diskusi Terpimpin Masa Depan Teater Medan: Daya Tahan, Jaringan, Akses, dan Regenerasi
Ruang Multi Purpose RRI
Bincang Karya Pasca Pentas 1 dilakukan di Teras FTI yang akan menghadirkan Teater Kurusetra untuk membincangkan karya mereka yang berjudul Orang Proyek
Bincang Karya Pasca Pentas 2 dilakukan di Ruang Auditorium RRI yang akan menghadirkan Stage Corner Community untuk membincangkan karya mereka yang berjudul Resonansi Tanah
Agenda ini dilaksanakan di Ruang Multi Purpose RRI
Ekosistem Teater Indonesia dan Imajinasi Antar Wilayah
Penghargaan Atas Pengabdian dilakukan di Ruang Auditorium RRI
Bincang Karya Pasca Pentas dilakukan di Ruang Multi Purpose RRI yang akan menghadirkan Bali Eksperimental Teater untuk membincangkan karya mereka yang berjudul Tubuh Yang Menari
Lokakarya Penulisan Naskah Lakon ini dirancang untuk memberikan distribusi pengetahuan penulisan naskah lakon melalui kelas intensif mengenai proses kreatif dan metodologi penulisan naskah lakon yang relevan dengan konteks hari ini. Melalui lokakarya ini, peserta diharapkan memperoleh kemampuan dalam merancang premis, gagasan, karakter, dan struktur dramatik naskah lakon.
Lokakarya keaktoran ini dirancang sebagai bagian dari upaya peningkatan kapasitas seniman teater di Kota Palu dalam memahami keterampilan dasar hingga teknik-teknik keaktoran yang lebih mendalam seperti ingatan emosi, membangun karakter, daya konsentrasi, olah rasa, tubuh, dan vokal.
Lokakarya Penulisan Naskah Lakon ini dirancang untuk memberikan distribusi pengetahuan penulisan naskah lakon melalui kelas intensif mengenai proses kreatif dan metodologi penulisan naskah lakon yang relevan dengan konteks hari ini. Melalui lokakarya ini, peserta diharapkan memperoleh kemampuan dalam merancang premis, gagasan, karakter, dan struktur dramatik naskah lakon.
Membicarakan ekosistem teater tidak sekadar membicarakan kelangsungan hidup dan perkembangan teater yang bergantung pada kualitas pertunjukannya saja, tetapi juga pada kesehatan ekosistem penopangnya; dan lebih dari itu, berbagai tantangan yang dihadapi kelompok teater—mulai dari mempertahankan eksistensi kelompok teater, gonta-ganti anggota, regenerasi, teknologi, pendanaan, sponsor, bahkan infrastruktur. Semua itu diperlukan keterhubungan yang kuat antar sektor guna merawat ekosistem seni pertunjukan berkelanjutan. Diskusi Ekosistem Teater Sulawesi Tengah ini diinisiasi sebagai upaya advokasi untuk ekosistem teater dalam konteks program Teaterisu dari Penastri. Diskusi diharapkan dapat membuka dialog terbuka antara seniman dan kelompok teater menyoal keberlanjutan kelompok teater, infrastruktur, dan peran pemangku kebijakan serta menemukan strategi penguatan ekosistem teater yang berkelanjutan di Sulawesi Tengah.
Lokakarya keaktoran ini dirancang sebagai bagian dari upaya peningkatan kapasitas seniman teater di Kota Palu dalam memahami keterampilan dasar hingga teknik-teknik keaktoran yang lebih mendalam seperti ingatan emosi, membangun karakter, daya konsentrasi, olah rasa, tubuh, dan vokal.
Lokakarya Penulisan Naskah Lakon ini dirancang untuk memberikan distribusi pengetahuan penulisan naskah lakon melalui kelas intensif mengenai proses kreatif dan metodologi penulisan naskah lakon yang relevan dengan konteks hari ini. Melalui lokakarya ini, peserta diharapkan memperoleh kemampuan dalam merancang premis, gagasan, karakter, dan struktur dramatik naskah lakon.
Jelajah Panggung adalah program tur singkat yang mengajak penonton menyusuri ruang pertunjukan sebelum tirai dibuka—mengajak mereka melihat apa yang tidak tersingkap di balik satu pertunjukan. Tur ini memperlihatkan bagaimana teks sastra bertransformasi menjadi ruang, tubuh, cahaya, dan properti, baik bagi mereka yang telah membaca naskah maupun yang baru pertama memasuki dunia ceritanya. Dalam kerangka kuratorial Sirkulasi Ilusi, program ini menegaskan bahwa realisme panggung bersifat cair dan konstruktif: imajinasi aktor, desain artistik, serta persepsi penonton saling berkait dan membentuk makna. Di sini, penonton hadir bukan sebagai saksi pasif, melainkan agen reflektif yang sejak awal ikut dalam peredaran tafsir dan imajinasi pertunjukan.
Perkembangan seni teater kontemporer memperlihatkan pergeseran paradigma dari bentuk dramatic yang konvensional menuju praktik penciptaan yang berbasis riset, kolaborasi, dan eksplorasi lintas ruang. Dalam konteks ini, dramaturgi hadir bukan sekadar sebagai metode analisis teks pertunjukan, tetapi sebagai kerangka berpikir dan strategi artistik yang memandu proses penciptaan karya. Tema “Inovasi Penciptaan dan Dramaturgi Ruang Publik” menyoroti bagaimana ruang publik dapat menjadi medan eksperimen artistik yang memperluas batas teater, sekaligus membuka hubungan baru antara seniman dan masyarakat. Ruang publik tidak hanya dipahami sebagai lokasi pertunjukan, melainkan sebagai ruang sosial yang memiliki dramaturgi tersendiri, dengan lapisan makna, ritme dan interaksi yang dapat diolah secara kreatif.
Dalam konteks pembangunan kebudayaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, sektor seni pertunjukan—khususnya teater—masih menghadapi berbagai tantangan yang berkaitan dengan tata kelola infrastruktur, keterhubungan antarprogram, serta transparansi dalam alokasi anggaran kebudayaan. Kondisi ini berpengaruh langsung terhadap kapasitas lembaga, pelaku, dan komunitas seni dalam mengembangkan ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan dan inklusif.
Perkembangan seni teater kontemporer memperlihatkan pergeseran paradigma dari bentuk dramatic yang konvensional menuju praktik penciptaan yang berbasis riset, kolaborasi, dan eksplorasi lintas ruang. Dalam konteks ini, dramaturgi hadir bukan sekadar sebagai metode analisis teks pertunjukan, tetapi sebagai kerangka berpikir dan strategi artistik yang memandu proses penciptaan karya. Tema “Inovasi Penciptaan dan Dramaturgi Ruang Publik” menyoroti bagaimana ruang publik dapat menjadi medan eksperimen artistik yang memperluas batas teater, sekaligus membuka hubungan baru antara seniman dan masyarakat. Ruang publik tidak hanya dipahami sebagai lokasi pertunjukan, melainkan sebagai ruang sosial yang memiliki dramaturgi tersendiri, dengan lapisan makna, ritme dan interaksi yang dapat diolah secara kreatif.
Diskusi ini mengangkat buku hasil Workshop Penulisan Lakon Kalampuan yang diinisiasi oleh Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (PENASTRI). Buku Kalampuan merupakan kumpulan naskah karya penulis-penulis muda Indonesia Timur yang mengeksplorasi pengalaman sosial, bahasa tubuh, dan bentuk dramatik baru dalam konteks teater kontemporer. Melalui diskusi ini, peserta diajak menelusuri proses kreatif, bahasa dramatik, serta transformasi tema sosial yang hidup dalam naskah-naskah tersebut. Forum ini juga menjadi ruang reflektif bagi penulis dan praktisi teater untuk membicarakan arah baru penulisan lakon di Indonesia Timur dan posisinya dalam percakapan teater nasional.
Perkembangan seni teater kontemporer memperlihatkan pergeseran paradigma dari bentuk dramatic yang konvensional menuju praktik penciptaan yang berbasis riset, kolaborasi, dan eksplorasi lintas ruang. Dalam konteks ini, dramaturgi hadir bukan sekadar sebagai metode analisis teks pertunjukan, tetapi sebagai kerangka berpikir dan strategi artistik yang memandu proses penciptaan karya. Tema “Inovasi Penciptaan dan Dramaturgi Ruang Publik” menyoroti bagaimana ruang publik dapat menjadi medan eksperimen artistik yang memperluas batas teater, sekaligus membuka hubungan baru antara seniman dan masyarakat. Ruang publik tidak hanya dipahami sebagai lokasi pertunjukan, melainkan sebagai ruang sosial yang memiliki dramaturgi tersendiri, dengan lapisan makna, ritme dan interaksi yang dapat diolah secara kreatif.
Masih punya pertanyaan lain?
Hubungi kami melalui festivalteaterindonesia@gmail.com
Atau whatsapp di +62 856-4664-9529